• Abuya Dimyati
  • Biography
  • In Black and Red
  • Nyi Sufinah
  • On Frame
  • Photograph
  • Sulaiman Djaya

Rintik Hujan

~ Untuk Siapa Saja Yang Mencintai Ilmu

Rintik Hujan

Tag Archives: Siswi Karina

Dongeng Negeri Telaga Kahana (Bagian II: Sunyi Senja di Kaki Lembah)

23 Saturday Jul 2016

Posted by sufound in Roman Sulaiman Djaya, Sastra

≈ Leave a comment

Tags

Bangsa Rumantium, Hagar, Ilias, Jarjus Bushan, Misyaila, Negeri Farisa, Negeri Perserikatan Bangsa Amarik, Siswi Karina, Sophia, Zipora

The Keeper

Kisah pun berlanjut, sebelum memang akhirnya harus dihentikan, seperti ketika kau membaca lembar-lembar buku fiksi dan dongeng kesukaanmu. Dan meskipun kisah dan cerita ini hanya dongeng rekaan semata alias hanya hasil angan-angan pikiran dan imajinasi benak jiwa, tidak menutup kemungkinan bagian-bagian tertentu dari riwayat yang diceritakannya memiliki kemiripan dengan kehidupan nyata, atau kau pernah membacanya dari dongeng yang lain dengan versi yang berbeda, tapi punya kepedihan dan kegembiraan yang tak jauh berbeda.

Baiklah kita mulai saja. Kali ini kau perlu mengetahui secara singkat Negeri Telaga Kahana, sebelum kisahnya berlanjut ke episode berikutnya, yang acapkali menyimpang dari perencanaan sebelumnya…….

Negeri Telaga Kahana, di mana Siswi Karina dan Misyaila menginap dan makan bersama di rumah Zipora itu, adalah negeri yang damai dan dihuni oleh penduduk yang hatinya dipenuhi cinta dan kasih-sayang kepada segenap yang hidup dan mencintai alam serta lingkungan mereka. Meskipun demikian, negeri itu pun tak luput dari invasi mereka yang hidupnya didasarkan pada nafsu kekuasaan dan hasrat untuk menguasai dan menaklukkan mereka yang lemah dan tak memiliki senjata.

Hari itu, seperti yang telah diniatkan, Misyaila mengarahkan tongkat ajaibnya pada suatu tempat, dan seketika kereta kuda yang sebelumnya dinaikinya bersama Siswi Karina muncul di hadapan mereka –secepat keinginan yang ada di hati mereka akan kehadirannya. Kali ini mereka akan kembali bertualang ke sebuah negeri, yang tentu saja, tidak pernah diketahui atau dikunjungi Siswi Karina sebelumnya, kecuali oleh Misyaila.

Kereta kuda itu melesat begitu cepat setelah mereka berada di dalamnya. Suatu keajaiban lainnya adalah bahwa delapan kuda putih yang masing-masing memiliki sepasang tanduk kristal di kepala mereka itu seakan begitu saja telah mengerti tujuan mereka melalui semacam telepati dengan Misyaila. Semacam ilmu laduni yang dimiliki oleh mereka yang memiliki kedekatan dengan Tuhan yang pengasih dan penyayang kepada mereka yang juga memiliki sifat welas-asih dan kasih-sayang.

Mereka melewati gunung-gunung, rawa-rawa, lembah-lembah, dan hutan-hutan aneh yang ditumbuhi pohon-pohon raksasa. Meskipun demikian, kereta kuda itu seperti terbang dan agak mengambang melewati hutan-hutan, mengambang di rawa-rawa, atau sesekali seperti berlari dengan begitu cepat di antara lembah-lembah dan kelokan-kelokan pegunungan.

Ternyata negeri yang hendak mereka tuju dan hendak mereka selidiki itu begitu jauh –sebuah negeri yang diberi nama oleh para penghuninya, yaitu kaum yang menyukai kekuasaan dan perang, dengan nama Negeri Perserikatan Bangsa Amarik.

Negeri itu begitu mempesona, di mana tempat-tempat tinggal para penghuninya menjulang tinggi. Di negeri itu juga terdapat kawasan-kawasan khusus megah yang hanya boleh ditinggali para prajurit, sementara di kawasan-kawasan khusus lainnya terdapat semacam pabrik-pabrik dan gedung-gedung yang senantiasa menciptakan senjata-senjata super canggih yang tak dapat dibuat oleh bangsa-bangsa lain, kecuali oleh bangsa pesaing mereka, yaitu Bangsa Rumantium.

Hasrat berkuasa dan menguasai negeri-negeri lain membuat para penduduk atau penghuni negeri itu begitu ulet mengembangkan tekhnologi persenjataan dan melakukan riset-riset dan inovasi-inovasi persenjataan. Negeri itu dipimpin oleh seorang yang gila perang dan memiliki hasrat berkuasa yang sangat besar, yang bernama Jarjus Bushan, seorang pemimpin yang anehnya sangat idiot –barangkali tak jauh berbeda dengan badut amatiran.

Dan yang membuat Misyaila kaget adalah negeri itu ternyata dibentengi oleh semacam kubah cermin maha-raksasa yang senantiasa menampakkan kilatan-kilatan cahaya, mirip gelombang-gelombang kilatan listrik, hingga Misyaila hanya bisa melihat sebagian kecil Negeri Bangsa Amarik yang menakjubkan dan super canggih itu lewat kejernihan kubah pelindungnya tersebut.

Dari ketinggian pegunungan di mana mereka berhenti itu, Misyaila pun tahu bahwa negeri itu dilindungi oleh benteng yang sangat tebal dan tinggi, dan mereka dapat melihat sebuah menara besar yang sangat tinggi terletak di negeri tersebut. Jika negeri itu dilindungi kubah raksasa, dari manakah para penduduknya bisa keluar ketika mereka melakukan invasi ke negeri-negeri lain? Demikian kira-kira yang jadi pertanyaan Misyaila di batin-nya. Dan tentu saja, rasa heran dan ketakjuban serupa juga dirasakan oleh Siswi Karina, meski mereka tak saling mengutarakannya, dan hanya memendam keheranan mereka di hati mereka masing-masing.

Demi menyelidiki dan meneliti negeri tersebut, dan tentu saja dengan sangat hati-hati, agar tidak ketahuan para spion alias para intelijen atawa para teliksandi negeri tersebut, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk menuruni gunung di mana kereta kuda mereka ditinggalkan –dan tentu saja, menghilang begitu saja bila tak dibutuhkan, dan akan hadir bila dibutuhkan –akan hadir begitu saja bila Misyaila menginginkan dan menghendaki kedatangannya.

Setelah mengetahui Negeri Amarik yang terlindungi dengan tekhnologi super canggih tersebut dari balik bukit sebuah gunung, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk kembali ke Negeri Telaga Kahana, sementara kala itu waktu sudah tiba di ujung senja, yang berarti kegelapan akan mengambil-alih waktu dan kesunyian dengan kesunyian yang lain lagi.

Betapa indah cahaya senja saat itu, sementara aneka keindahan pohon dan yang ada si sekitarnya turut pula menyusun lanskap-lanskap keindahan yang lain. Dan seperti biasa, kereta super cepat mereka pun kembali hadir begitu saja ketika mereka hendak menempuh perjalanan, kali ini perjalanan kembali ke Negeri Telaga Kahana.

Segera saja, setelah mereka telah berada di dalam kereta super cepat mereka tersebut, kereta yang ditarik kuda-kuda putih bertanduk indah (yang mirip para Unicorn) itu melesat bak kecepatan cahaya, menempuh perjalanan pulang ke Negeri Telaga Kahana dari Negeri Amarik yang jaraknya memang sangat jauh –yang membutuhkan waktu berbulan-bulan bila harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Sesampainya di Negeri Telaga Kahana, mereka pun kembali menuju rumah keluarga Zipora, dan Zipora pun dengan ikhlas mempersilakan mereka masuk, seperti sebelumnya. Mereka pun kembali makan dan menginap di rumah tersebut, juga seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

“Bolehkah saya tahu apa yang telah kalian lakukan?” ujar Zipora membuka perbincangan setelah makan malam itu. “Kami telah mengetahui tempat keberadaan sebuah bangsa yang orang-orangnya dulu pernah menghancurkan negeri kamu ini.” Jawab Misyaila. “Negeri itu sungguh di luar dugaan kami dan memiliki perlindungan yang sangat kuat. Sepertinya, jika kalian ingin melindungi negeri kalian ini, kalian harus juga membangun pertahanan dan perlindungan yang kuat dan harus memiliki orang-orang yang terlatih untuk berperang dalam keadaan yang akan terjadi kapan saja. Kalian harus mempersiapkan diri untuk sesuatu yang bisa saja terjadi di masa depan.”

Mendengar apa yang dikatakan Misyaila tersebut, Zipora tampak sedikit agak sungkan dan sedikit merenung. Ingin rasanya ia tidak membenarkan apa yang dikatakan Misyaila tersebut, namun pada sisi yang lain, kebenaran apa yang dikatakan oleh Misyaila itu tak bisa ditolak sebagai sebuah fakta tak terbantahkan bila nasib Negeri Telaga Kahana tidak ingin terulang, nasib yang membuat suami Zipora gugur dalam perjuangan perlawanan yang gagah berani menghadapi para agressor dari Negeri Amarik dengan senjata-senjata super canggih mereka.

Kala itu, Negeri Telaga Kahana nyaris musnah jika saja tak ada bantuan, semacam mukjizat, ketika penduduk negeri tersebut kedatangan sebuah pasukan burung-burung yang tangkas melemparkan batu-batu panas yang menimpa para agressor dari Negeri Amarik yang menyerang dengan ganas negeri Zipora yang dikunjungi Misyaila dan Siswi Karina itu.

Saat itulah, Misyaila adalah salah satu pemimpin pasukan burung-burung yang membantu para penduduk Negeri Telaga Kahana yang ketika itu menghadapi kekuatan luar biasa yang nyaris saja memusnahkan mereka semua.

“Aku sendiri yang akan melatih anakmu, Ilias, menjadi seorang prajurit dan panglima perang!” Lanjut Misyaila kepada Zipora. “Watak dan kecerdasan anakmu itu cukup memberitahuku bahwa ia yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai pemimpin yang kuat. Sementara itu dua adik-adik Ilias, dua anak perempuanmu, Hagar dan Sophia, akan kami didik sebagai perempuan-perempuan yang memiliki pengetahuan-pengetahuan dan kecerdasan-kecerdasan yang kami miliki.”

Saat Misyaila berbicara kepada Zipora tersebut, ketiga anak Zipora tersebut: Ilias, Hagar, dan Sophia, hadir dan mendengarkan apa yang dikatakan Misyaila. Jika Zipora menyetujui usulan dan keinginan Misyaila itu, maka Ilias, Hagar, dan Sophia akan dibawa ke Negeri Farisa, negeri yang dikenal karena kecerdasan para pemimpinnya dan karena kemajuan ilmu pengetahuan mereka yang setara dengan ilmu pengetahuan orang-orang di Negeri Amarik dan memiliki kercerdasan sebagaimana kecerdasan Bangsa Rumantium.

Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2015-2016)

Advertisements

Dongeng Negeri Telaga Kahana (Bagian I: Dunia dalam Dunia)

22 Friday Jul 2016

Posted by sufound in Roman Sulaiman Djaya

≈ Leave a comment

Tags

Buah Barakat, Hagar, Ilias, Iliyyun, Michelangelo, Misyaila, Siswi Karina, Sophia, Unicorn, Zipora

Eva Green Kingdom of Heaven

Kereta kuda itu melaju begitu cepat –tak ubahnya kecepatan cahaya, dan tak meninggalkan debu di belakangnya. Di dalam kereta kuda itu seorang gadis belia, Siswi Karina, masih terus bertanya-tanya di dalam hatinya seputar kejadian-kejadian aneh dan menakjubkan yang ia alami sebelumnya. Perahu mungil dan empat peri yang menghilang tiba-tiba begitu saja, dan juga hal-hal lainnya. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya kepada pemilik kereta itu, “Siapakah engkau sebenarnya?” “Aku Misyaila” jawab si empunya kereta ajaib tersebut. Mendengar nama itu, Siswi Karina teringat nama pelukis dan seniman yang karya lukisannya pernah ia lihat di tempat ia bekerja, Michelangelo, yang jika diterjemahkan, nama itu artinya adalah malaikat Mikhail.

Sembari berbincang itu, tanpa terasa mereka pun telah sampai di sebuah telaga yang di atasnya berdiri dengan rapihnya barisan rumah-rumah indah yang belum pernah ia lihat. Saat itu Siswi Karina pun mendengar sayup-sayup suara musik, dan ia berusaha menduga di mana musik tersebut didendangkan. Ia seakan mendengar petikan-petikan suara harpa, alunan biola, dan komposisi cello, meski menurutnya itu semua hanya mirip saja. Tempat di mana kini ia berada itu memang lebih mirip sebuah lukisan naturalis –sebuah telaga raksasa dengan rumah-rumah ajaib di atasnya. Lembah-lembah, sabana-sabana, dan bukit-bukit yang dipenuhi tumbuhan dan binatang-binatang yang juga belum pernah ia lihat.

Ada unggas-unggas berwarna hijau. Ada kambing-kambing yang memiliki sepasang tanduk hijau dan memiliki sepasang sayap di punggung mereka. Ada capung-capung yang ukuran tubuhnya sama dengan burung-burung dan memiliki sepasang sayap berwarna merah terang. Semua itu membuat Siswi Karina takjub. Ia juga melihat Unicorn berwajah lelaki tampan, yang tersenyum ke arahnya saat ia memandang Unicorn tersebut. Unicorn itu memiliki sepasang sayap berwarna hijau di punggungnya –sepasang sayap yang menakjubkan.

Karena masih didera keheranan sekaligus kekaguman, Siswi Karina pun berusaha memuaskan sepasang matanya untuk melihat dan mengetahui segala yang ada di sekitaran telaga raksasa itu. Bagaimana di tempat itu, ternyata, rumah-rumah yang seakan mengambang di telaga itu dihuni oleh manusia-manusia yang lebih kecil dari ukuran tubuh dirinya, namun memiliki wajah-wajah yang cantik, menawan, dan tampan. “Semua ini sudah ada sebelum engkau ada”, ujar si pemilik kereta kuda super cepat itu kepada Siswi Karina, yang seakan mengingatkan dirinya bahwa dirinya memiliki seorang sahabat dan tidak sendirian.

Mereka pun berjalan menuju susunan alias barisan rumah-rumah (yang seperti mengambang di atas telaga ajaib tersebut) melalui jembatan yang tersusun dari batu-batu yang entah karena apa, juga mengambang dan tidak tenggelam. Semula Siswi Karina mengira rumah-rumah itu tampak begitu dekat, namun ternyata cukup jauh juga. Tahu bahwa Siswi Karina ingin segera sampai di rumah-rumah itu, tanpa disadarinya Misyaila menyentuhkan tongkat ajaibnya ke salah satu kaki Siswi Karina, dan tiba-tiba Siswi Karina pun sudah ada di depan salah-satu rumah, tentu saja berbarengan dengan Misyaila sendiri, yang menggunakan salah-satu rahasia ilmu Tuhan yang ia dapatkan dari salah seorang rasul.

“Shalom ‘Eleykum” ujar Misyaila sembari mengetuk pelan pintu salah satu rumah tersebut. Tak berapa lama, muncul seorang perempuan yang tingginya hanya separuh tinggi Siswi Karina. Ia adalah Zipora, yang sekaligus kepala rumah tangga yang menggantikan posisi dan tugas suaminya yang gugur dalam perang melawan para penyusup yang bekerja untuk kekuatan buruk (jahat). Ia telah mengenal Misyaila, namun belum mengenal Siswi Karina, dan karena itu ia memperkenalkan dirinya sembari agak membungkuk, dan segera dibalas oleh Sisiwi Karina dengan memperkenalkan diri pula.

Di rumah itu, tentu saja, Zipora tidak sendiri –ia ditemani satu anak lelakinya (si sulung) yang bernama Ilias dan dua putrinya yang masing-masing bernama Hagar dan Sophia.

“Bolehkah kami menginap semalam saja, Zipora,” ujar Misyaila, dan Zipora mengangguk tanda mengiyakan permintaan Misyaila. Ia menyeru nama Sophia agar menyiapkan hidangan untuk Siswi Karina dan Misyaila, serta untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya, sementara ia sendiri mempersilahkan kedua tamunya tersebut untuk segera masuk. Kini mereka bersama-sama sudah duduk di lantai rumah tersebut, yang seperti terbuat dari susunan batu Kristal, di mana rumah itu sendiri meski dari luar tampak mungil, ternyata begitu luas saat di dalam, yang lagi-lagi membuat Siswi Karina takjub.

Menu makan malam yang disediakan Sophia untuk mereka adalah sebuah buah yang bernama Buah Barakat yang berwarna merah menyala, tapi bentuk seperti mentimun, namun lebih panjang dari mentimun normal, yang oleh Sophia telah dipotong-potong dan ditempatkan ke masing-masing bejana berwarna hijau. Mulanya Siswi Karina ragu apakah dengan hanya memakan dua potong Buah Barakat tersebut rasa laparnya akan hilang dan tenaganya akan pulih. Dan lagi-lagi, ia kembali heran ketika merasakan nikmatnya buah tersebut, namun pada saat bersamaan ia pun merasa terpuaskan dengan hanya memakan dua potong saja. Ia belum pernah merasakan kenikmatan buah tersebut selama hidupnya.

Buah itu memiliki rasa yang mirip anggur, tapi ia lebih nikmat dari anggur. Memiliki kelenjar cair yang seperti jeruk, tapi rasa asam dan manisnya jauh melebihi rasa jeruk. Sungguh Kuasa Tuhan yang Agung yang takkan pernah terpikirkan oleh akal manusia yang acapkali arogan dan merasa diri mereka sanggup memahami misteri, padahal hanya menduga-duga. Dan mereka tak perlu minum setelah memakan Buah Barakat tersebut –karena buah tersebut menghilangkan lapar sekaligus haus.

Sementara itu, Misyaila sendiri sudah sering singgah ke rumah Zipora, yang salah-satu alasannya adalah karena ingin mengetahui keadaan anak-anak Zipora secara berkala. Barangkali ia memang memiliki misi dan rahasia khusus kenapa ia begitu perhatian kepada anak-anak Zipora, semenjak ayah mereka, yaitu Iliyyun, gugur ketika memimpin pertempuran melawan para penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (atau perintah jahat) dari sebuah dunia yang untuk sementara belum diketahui Misyaila.

Usai makan bersama, dan kemudian diteruskan dengan perbincangan yang tidak terlalu lama itu, Siswi Karina dan Misyaila pun beristirahat di satu kamar dengan dua alat tidur yang telah disediakan Zipora untuk masing-masing mereka. Esok mereka akan menuju sebuah tempat yang sudah tentu tidak diketahui oleh Siswi Karina dan hanya diketahui oleh Misyaila. Sebuah tempat yang teramat sangat purba, yang dikenal oleh para penduduk Telaga Kahana itu bernama Jaham, sebuah tempat yang untuk sementara dicurigai oleh Misyaila sebagai asal pasukan penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (kendali jahat) yang telah menewaskan suami Zipora dan sejumlah penduduk lainnya beberapa tahun silam.

Hak cipta ©Sulaiman Djaya (2015)

April 6th, 2015
Selamat datang sahabat, semoga Anda bisa mengambil manfaat dari blog yang bersahaja ini. Salam!

Buku Tamu Anda

  • 49,993 Tamu

Blogroll

  • Blog Sains dan Ekologi
  • Blog Sulaiman Djaya
  • Bunga Rosella
  • Cafe Baca
  • Halaman Khazanah
  • Jazz dan Kata
  • Kafe Baca
  • Kursi Rehat
  • Laman Puisi
  • Lembar Kalacitra
  • Lembar Khazanah
  • Padang Ilalang
  • Pena dan Jazz
  • Rudi Rahman
  • Rumah Sastra
  • Rumah Savitri
  • Sudut Rumah
  • Tarik Rafii
  • Teras Erwin

Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya

Paling Sering Dibaca

  • Belajar dari Perang Khandaq
    Belajar dari Perang Khandaq
  • Orientalis dan Islam
    Orientalis dan Islam
  • Abuya Dimyati
    Abuya Dimyati
  • Qasim Sulaimani ‘The Shadow Commander’
    Qasim Sulaimani ‘The Shadow Commander’
  • Keadilan Menurut Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah
    Keadilan Menurut Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah
  • Antara Hamka dan Hoesein Djajadiningrat
    Antara Hamka dan Hoesein Djajadiningrat
  • Filsafat Sejarah Murtadha Muthahhari
    Filsafat Sejarah Murtadha Muthahhari
  • Sholawat Li Khomsatun
    Sholawat Li Khomsatun
  • Momen Paling Demokratis dalam Sejarah Pemilihan
    Momen Paling Demokratis dalam Sejarah Pemilihan
  • Dakwahnya Maulana Hasanuddin
    Dakwahnya Maulana Hasanuddin

Recent Posts

  • Blue Diary
  • Dongeng Negeri Telaga Kahana (Bagian II: Sunyi Senja di Kaki Lembah)
  • Dongeng Negeri Telaga Kahana (Bagian I: Dunia dalam Dunia)
  • Einstein & Teologi
  • Banten Girang (Bagian Ketiga)
  • Banten Girang (Bagian Kedua)
  • Anekdot Mencium Kuburan
  • Qasim Sulaimani ‘The Shadow Commander’
  • Theater Iran Near Term
  • Imam Ali dan Matematika
April 2018
M T W T F S S
« Jul    
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

Meta

  • Register
  • Log in
  • Entries RSS
  • Comments RSS
  • WordPress.com

Archives

  • July 2016
  • January 2016
  • November 2015
  • April 2015
  • March 2015
  • January 2015
  • November 2014
  • October 2014
  • July 2014
  • June 2014
  • May 2014
  • April 2014
  • March 2014
  • February 2014
  • January 2014
  • December 2013
  • October 2013
  • September 2013
  • August 2013
  • July 2013
  • June 2013
  • May 2013

Categories

  • Biography
  • Gallery
  • Kota
  • Kronik Banten
  • Nature and History
  • Politik Global
  • Review
  • Roman Sulaiman Djaya
  • Sastra
  • Ulasan
  • Uncategorized
  • Wisdom
Advertisements

Blog at WordPress.com.

Cancel